Semenjak persetubuhan liarku dengan
Indun di acara keberangkatan Ibunya, aktivitas seksual kami semakin
intens dan menjadi. Dengan dalih mengantarkan makanan ke rumah Indun
yang saat itu tinggal seorang diri di rumahnya, berkali-kali kami
melakukannya. Seluruh penjuru rumahnya telah menjadi saksi biksu aksi
terlarang kami, ruang tamu, dapur, kamar tidur orang tuanya dan bahkan
kamar mandi. Hanya balkon dan halaman saja yang tidak menjadi medan
pertempuran kami berdua. Ya, aku belum cukup gila dengan melakukannya di
tempat terbuka.
Kegilaan itu berujung pahit, aku seakan
terobsesi dengan penis muda milik Indun, hal itu membuatku melupakan
kewaspadaanku terhadap janin yang kukandung. Benar saja, dua bulan
kemudian aku mengalami pendarahan hebat yang mengakibatkan keguguran.
Suamiku, Prasojo tampak kecewa dengan keguguranku, namun ia menunjukkan
kesabarannya dengan terus berada di sampingku selama masa pemulihannku.
Ia benar-benar suami yang baik dan itu menimbulkan rasa bersalah di
dalam benakku. Ya, aku telah mengkhianati suamiku, sebuah perselingkuhan
dengan anak yang umurnya terpaut cukup jauh, bahkan belum bisa
dikatakan dewasa. Kadang penyesalan dan rasa bersalah itu terasa begitu
besar, hingga membuatku menangis sendiri. Suamiku benar-benar sosok yang
bertanggung jawab, mungkin keguguranku adalah jawaban dari Tuhan,
mungkin inilah caraNYA mengingatkan atas kelalaianku.
Dan sekali lagi dalam hidupku, aku bersumpah setia kepada suamiku.
Indun sendiri seolah mengerti dengan
keadaan yang terjadi, ia sering datang mengunjungiku, suamiku telah
menganggapnya seperti anak sendiri. Beberapa kali terlihat suamiku
mengobrol bersama Indun, memberinya beberapa nasihat tanpa mengetahui
bahwa Indun lah Ayah dari janin dalam kandunganku, sekaligus penyebab
utama keguguranku.
Bu Lani
lamunanku buyar kala Indun meraih tanganku lembut. Aku menoleh dan tersenyum ke arahnya.
Kita harus menghentikan ini, Ndun
,
ujarku lirih, tak ingin terdengar oleh suami dan anak-anakku yang
mungkin ada di rumah. Ini semua salah.
Maafkan Indun, Bu
Indun menundukkan pandangannya.
Bukan salahmu, Ibu yang lebih bersalah
dalam hal ini, Ndun, kubelai rambut Indun dengan lembut. Lupakan apa
yang sudah terjadi dan belajarlah dari pengalaman, entah dari mana aku
bisa mendapatkan kalimat bijak seperti itu, mungkin kalimat itu
sejatinya untuk diriku sendiri.
Indun mengangguk lemah, Baik Bu,
ujarnya seraya tetap menunduk. Tidak lama kemudian aku melihat sosok
suamiku memasuki ruangan.
Kamu nggak dicari Ibumu, Ndun? Sudah hampir maghrib lho, Suamiku berkata pada Indun seraya tersenyum lembut.
Eh
iya Om, ini Indun mau pamit, jawab Indun tanpa berani menatap mata suamiku.
Inget pesen Om tadi, belajar yang pinter, masa depanmu masih panjang, suamiku memberi nasihat kepada Indun.
Siap, Om, Indun beranjak berdiri dan menoleh ke arahku. Bu, Indun pulang dulu, mari Om, ujarnya sopan.
Hati-hati di jalan Ndun, jawabku.
*_*_*
Sejak
hari itu Indun secara intens datang ke rumah untuk melihat keadaanku,
kulihat ia sudah dapat berbaur dengan Rika dan Sangga, anak-anakku.
Suamiku pun menyambutnya dengan baik. Seiring membaiknya keadaanku,
suamiku meminta ijin padaku untuk kembali ke tempat dinasnya. Anak
keduaku Sangga juga meminta ijin untuk kost di tempat yang tidak jauh
dari sekolahnya sedang Rika memilih untuk menemaniku di rumah, kebetulan
saat itu Rika sedang liburan.
Mi, hari ini sop ayam ya? Rika
menanyakan menu untuk makan siang yang hendak dipersiapkannya. Anak
gadisku ini benar-benar telah tumbuh menjadi gadis yang mandiri, tidak
hanya kepiawaiannya dalam mengurus rumah, namun kecantikan dan postur
tubuhnya juga telah terbentuk indah. Rupanya ia mengikuti kebiasaanku
yang rajin berolahraga untuk menjaga bentuk tubuh.
Biar mami bantu masak ya? jawabku seraya berusaha bangkit dari tidurku.
Lhoo nggak usah, Rika bergegas
mendekat dan dengan lembut membaringkanku. Dokter bilang, Mami harus
istirahat total selama satu bulan penuh. Tidak boleh beraktivitas
APAPUN, Rika mengingatkan dengan gayanya yang sok tua, membuatku
tertawa geli melihatnya.
Perasaan yang dilarang oleh dokter itu aktifitas berat deh, bukan apapun.
Ambil amannya aja Mi, aktifitas
APAPUN, Rika menggoyang-goyangkan jari telunjuknya di hadapanku.
Lagipula, Rika dibantu sama Indun kok, dia cukup cekatan juga dalam
masalah dapur.
Oh, ya sudah kalo Rika sudah ada yang membantu, ujarku sambil tersenyum. Adikmu nggak pulang ke rumah? Ini kan hari minggu?
Tadi telepon sih pulang Mi, Oh itu
dia! Rika berujar saat mendengar suara mesin sepeda motor memasuki
pekarangan rumah. Ya udah, Rika masak dulu ya Mi?
Aku tersenyum mengangguk, Rika lantas
melangkah keluar dan menutup pintu kamar. Ia benar-benar telah menjadi
gadis dewasa yang bisa diandalkan, pikirku.
*_*_*
Jarum jam dinding kamarku menunjukkan
pukul dua belas siang saat aku terbangun, rupanya aku sempat tertidur
beberapa jam setelah meminum obat pemberian dokter. Obat yang diberikan
padaku memang mengandung zat penenang, biasanya aku meminumnya di pagi
hari dan terbangun saat sore menjelang. Namun sepertinya kondisi badanku
sudah cukup kuat sehingga tidak perlu tertidur selama itu lagi.
Kurasakan kering di tenggorokanku,
rupanya itu yang membuatku terbangun, aku duduk dan meraih gelas yang
terletak di atas meja kamarku, kosong
sepertinya Rika lupa mengisi
gelas itu, dispenser air mineral di kamarku juga sudah habis.
Rika
Sangga
, aku memanggil nama
kedua anakku, namun hanya suara kering yang lemah keluar dari bibirku.
Tenggorokanku terasa sangat kering hingga aku tak mampu bersuara
lantang. Tidak ada pilihan lain, aku beranjak dari tempat tidurku dan
melangkah pelan menuju dapur.
Lantunan musik reggae kesukaan Sangga
terdengar melantun dari ruang tengah rumahku, sepertinya di sanalah
mereka berkumpul. Aku berjalan melewati ruang tengah namun aku tidak
menemukan siapa-siapa di sana. Mungkin mereka masih sibuk memasak, tanpa
banyak berpikir kulanjutkan langkahku menuju dapur.
Tidak ada siapa-siapa di dapur. Aku
mengambil gelas dan mengisinya dengan segelas air mineral. Air itu
terasa sangat segar mengalir di tenggorokanku yang kering. Saat hendak
kembali, aku melewati panci tertutup yang masih ada di atas kompor,
kutengok isinya, sepanci sop ayam tersedia di dalamnya. Rupanya
aktifitas masak mereka telah selesai. Sayup-sayup kudengar suara
seseorang dari halaman belakang, akupun melongok ke jendela namun tak
ada siapapun di sana. Benakku mulai berpikir tentang hal-hal mistis,
membuatku jadi merasa ketakutan sendiri. Akupun melangkah kembali ke
kamarku.
Dak
dak
Suara benda keras beradu terdengar samar
saat aku melewati kamar Rika yang tertutup. Kuhentikan langkahku dan
memasang indera pendengaranku tajam-tajam, mencoba menangkap sumber
suara diantara lantunan lagu reggae yang diputar cukup nyaring.
Dak
dak
emhh
Suara benturan itu terdengar lagi, kali
ini diikuti lenguhan seseorang, aku tidak bisa memastikan apakah itu
lenguhan pria atau wanita. Yang jelas, suara itu berasal dari dalam
kamar Rika. Aku menggengam gagang pintu kamar untuk membukanya.
Pelan
Dik
Ahh
Sebuah suara yang kini jelas terdengar
mengurungkan niatku membuka pintu. Kali ini jelas, itu suara Rika.
Suaranya terdengar berbaur dengan nafas yang memburu, ya
ada nafas yang
terdengar memburu, apa yang Rika lakukan di dalam sana?
Ohh Mbak
gini enak??
Kudengar suara pria dari dalam kamar.
Aku mengenal suara itu, Sangga, anak keduaku. Apa yang tengah dilakukan
kakak-beradik itu? Suara mereka seperti
apakah mereka tengah
bersenggama?!. Kulayangkan pandanganku ke sekitar dan menemukan sebuah
kursi plastik kecil, kuletakkan kursi itu di depan pintu dan beranjak
naik ke atasnya, mencoba mengintip dari ventilasi di atas pintu. Aku tak
mengerti apa yang kini sedang kulakukan, ini rumahku dan mengapa aku
malah mengintip? Entah, toh tetap saja aku naik dan mengintip.
Apa yang aku lihat dari ventilasi di
atas pintu kamar itu sangat mengejutkanku. Rika, anak gadisku tampak
menghadap ke arah dinding kamarnya, tubuhnya telanjang bulat tanpa
sehelai benangpun. Punggungnya merunduk sedang kakinya masih berdiri
terbuka, payudara kencangnya tampak terayun-ayun ke depan, mata indahnya
terpejam, bibir mudanya setengah terbuka dan sesekali mengeluarkan
erangan-erangan erotis, bercampur baur dengan nafasnya yang memburu.
Ekspresi wajahnya
menggambarkan kenikmatan yang tengah menderanya.
Dik.. Ahh
, Rika menengadahkan
wajahnya, tubuh indahnya terdorong-dorong seiring kencangnya sodokan
yang diterimanya dari belakang. Ah! Aku hampir saja melewatkan sosok
pemuda yang kini asyik menyetubuhi putriku, badan pemuda itu tampak
cukup berisi, ia sama telanjangnya dengan Rika, tangan kanan pemuda itu
menarik pundak kanan Rika, membuat punggung anak gadisku sedikit menekuk
ke atas sedang tangan kiri pemuda itu mencengkeram lekuk pinggul Rika.
Rambut pemuda itu
Oh Tuhan! Dia anakku Sangga!. Rika tengah disetubuhi
dari belakang oleh adik kandungnya sendiri!.
Persetubuhan sedarah itu membuatku berdesir, harusnya aku menghentikan
kegilaan yang terjadi di rumahku ini tapi entah mengapa aku seolah
tertahan tak berdaya. Kurasakan gejolak dalam diriku, apakah aku
menikmati apa yang kulihat? Oh
seluruh tubuhku terasa merinding geli
melihat bagaimana batang kejantanan Sangga keluar masuk liang kewanitaan
kakaknya dengan cepat dan pasti, ukuran penisnya cukup besar, tidak
berbeda jauh dengan milik Prasojo suamiku, Ayah kandungnya.
Ahh
Mbak
enak banget
, Sangga
melenguh sembari menusuk-nusukkan penisnya ke dalam tubuh Rika. Ahh
empot terus Mbak
., ia memejamkan matanya sambil terus meningkatkan
ayunan pinggulnya.
Iya
Shhh
Dik
Mbak mau
, Rika mengepalkan tangannya dan memukul-mukul dinding. Teruss Dik
Mbak.. mau
OOuuhhh!
Tubuh Rika terdorong oleh hentakan keras
adiknya hingga menempel rapat ke dinding, dapat kulihat anak gadisku
itu mengejan beberapa saat matanya terpejam, ia menggigit bibir bawahnya
saat tubuhnya terus saja mengejan dihimpit oleh dinding dan tubuh
telanjang adik kandungnya. Ya, aku tahu apa yang Rika alami, wajahnya
terlihat memerah, ia tengah orgasme.
Keluar Mbak? tanya sanggah tanpa
melepaskan penisnya. Rika hanya mengangguk lemah dengan nafas
tersengal-sengal. Sangga lantas menarik penisnya lepas dan membalik
tubuh Rika. Aku dapat melihat bulir-bulir keringat di sekujur tubuh
mulus dan kencang Rika. Membuat tubuh molek anak gadisku itu tampak
berkilau dan menggairahkan.
Ahh.., lenguhan kembali terdengar dari
bibir muda Rika kala penis Sangga kembali memasuki tubuhnya, kali ini
mereka melakukannya dengan posisi berhadap-hadapan. Sangga melumat bibir
Rika dengan ganas, merapatkan tubuhnya hingga buah dada Rika menempel
di dada telanjangnya. Kulihat Sangga kembali menggerakkan pinggulnya,
kembali menyetubuhi kakak kandungnya yang kini terhimpit antara dinding
dan tubuh adik kandungnya.
Kupikir posisi itu cukup sulit untuk
melakukan persetubuhan dengan tempo kencang, namun sekali lagi
perkiraanku salah. Sangga dengan piawai memompa tubuh Rika
kencang-kencang, membuat Rika terlonjak-lonjak akibat sodokan penisnya.
Ah
aku keluar mbak
, ujar Sangga di sela-sela pompaan penisnya.
Disini seharusnya aku menghentikan
mereka! Namun sekali lagi aku hanya terdiam, lutut dan lidahku seolah
kelu dan tak mau menerima perintah dari akal sehatku. Aku hanya berharap
Sangga tidak mengeluarkan benihnya di dalam tubuh Rika, aku berharap
Rika masih punya cukup akal sehat untuk tidak membiarkan adik kandungnya
menghamilinya.
Harapanku sirna saat kulihat Sangga
melesakkan dalam-dalam penisnya dan menggeram, tubuhnya mengejan
beberapa saat, pertanda ia mencapai ejakulasinya. Oh tidak! Apa yang
akan terjadi dengan keluarga ini jika Rika mengandung anak dari adik
kandungnya sendiri. Oh Tuhan! Aku merutuk dan meratap dalam hati.
Kulihat mereka terdiam untuk sejenak,
sebelum Sangga mencabut penisnya. Untunglah! Aku bersyukur dalam hati
saat melihat Sangga melepaskan sesuatu dari penisnya, rupanya ia
menggunakan kondom. Untunglah masih ada akal sehat dalam diri
anak-anakku.
Tubuh telanjang Rika merosot lemas
hingga ia berjongkok di atas lantai, kulihat ia masih mengatur nafasnya.
Tubuhku masih saja terasa merinding dan kewanitaanku kini terasa
lembab. Apa yang salah dengan diriku? Mengapa tubuhku menandakan bahwa
aku menikmati mmengintip persetubuhan sedarah yang dilakukan kedua anak
kandungku. Ini salah! Ini benar-benar salah!.
Ayo mbak.
Suara
seorang pria membuyarkan lamunanku, bukan
itu bukan suara Sangga, aku
mengenal suara itu… itu suara Indun! Dan benar saja, kulihat Indun
sedang membantu Rika berdiri dan membaringkan tubuh telanjang anak
gadisku ke atas kasur. Kulihat Indun yang juga telah telanjang menarik
kedua kaki Rika hingga terjuntai di tepi ranjang, kulihat Indun
menggesek-gesekkan penisnya yang telah ereksi ke sepanjang bibir
kewanitaan anak gadisku.
Dan sekali lagi Rika melenguh saat penis
Indun, bocah SMP kelas tiga itu memasuki tubuh sintalnya. Rika hanya
terbaring pasrah saat Indun menggoyang, meremas dan menghisap buah
dadanya, Sesekali Rika tampak ikut bergoyang. Berarti sedari tadi Sangga
dan Rika melakukan persetubuhan di hadapan Indun dan kini Indunlah yang
menikmati tubuh anak gadisku.
Seketika itu pening menyerang kepalaku,
terlebih lagi saat aku melihat Sangga naik ke atas ranjang, masih dalam
keadaan tanpa busana dan penis yang belum tegang. Kulihat Sangga,
putraku mengarahkan penisnya ke bibir Rika, kakak kandungnya.
Aku bergegas turun dan berjalan tertatih
menuju kamarku, berbaring dan bersembunyi di balik selimutku. Kepalaku
terasa pening, tubuhku gemetar, lututku terasa lemas dan kewanitaanku
telah basah. Kupejamkan mataku dan berusaha mengusir bayangan terakhir
dari apa yang kulihat, bayangan tubuh indah anak gadisku, Rika yang
tengah mengulum penis Sangga, adik kandungnya, saat vaginanya disodok
oleh penis Indun. Ah! Seharusnya aku tidak mengawali semua ini
.
Seharusnya persetubuhanku dengan Indun tak pernah terjadi.
*_*_*
Sore
itu aku baru saja selesai menurunkan pakaian dari jemuran di belakang
rumah, sudah enam bulan berlalu sejak aku melihat hal terlarang yang
seharusnya bisa aku hentikan. Kadang aku masih merasa miris mengingat
apa yang kulihat, namun aku tetap berusaha tampil tegar, seolah aku
tidak pernah melihat kejadian itu. Rika kini telah kembali ke kesibukan
kuliahnya, begitu pula dengan Sangga yang tak lagi tinggal di rumah.
Indun? Bocah tetanggaku itu sudah jarang sekali terlihat, sepertinya ia
menyadari kursi yang aku tinggalkan begitu saja di depan pintu kamar
Rika.
Kudengar suara mesin sepeda motor
memasuki pekarangan rumah. Kulihat Rika datang, mengenakan kemeja
berwarna coklat khaki dan celana jeans ketat, dengan rambut panjang
hitam yang tergerai indah membuatnnya tampak sangat anggun.
Lho, tumben nih pulang? Kan belum hari
minggu? sapaku saat ia mencium tanganku. Mbak mau dimasakin apa buat
makan malam? tawarku
padanya.
padanya.
Mi
, Rika memanggilku lirih, pandangan
wajahnya merunduk, seolah telah melakukan sebuah kesalahan. Seketika
itu firasat buruk menyergapku. Aku hamil
, ucapnya lemah.
Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku. Kabar yang dibawa anak gadisku bagai petir yang menyambar di siang bolong.
Siapa Ayahnya? Pacarmu? tanyaku menyelidik.
Bukan, Rika menggeleng lemah. Ayahnya
Indun.
Dan seketika itu aku kehilangan kesadaranku.
Terima
kasih telah membaca cerita sex di situs Cerita Seks Dewasa 365 yang
berjudul Cerita Sex Hot: Kegilaan dan Obsesi Pada Penis Muda. Nantikan kisah
hot lainnya yang setiap hari kami update untuk menambah birahi seksual
anda, pastikan bookmark situs Cerita Seks Dewasa 365 agar tidak lupa.
0 komentar:
Posting Komentar