Diah yang masih berumur 23 tahun tidak menyadari bahayanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada yang beroperasi 24 jam di Jakarta. Tapi karena semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tidak mempedulikan nasehat orang tuanya yang merasa kuatir melihat putriya sering mendapat giliran jaga di malam hari hingga pagi hari.
Diah lebih suka bekerja pada shift di
jam tersebut, Karena dari saat tengah malam sampai pagi biasanya jarang
sekali ada pembeli, sehingga Diah bisa belajar untuk materi kuliahnya
siang nanti. Sampai akhirnya pada suatu malam terjadilah pemerkosaan
itu, Diah mendapati dirinya ditodong oleh sepucuk pistol tepat di depan
matanya. Yang berambut Gondrong (sebut saja Gading) , dan yang satu lagi
tubuhnya Kurus (sebut saja si Karjo ). Mereka berdua, menerobos masuk
membuat Diah yang sedang berkonsentrasi pada bukunya terkejut.
“Keluarin uangnya cepet !” perintah si
Gading, sementara si Karjo memutuskan semua kabel video dan telepon yang
ada di toko itu. Tangan Diah gemetar berusaha membuka laci kasir yang
ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa
kali. Setelah beberapa saat,
Diah berhasil membuka laci itu dan
memerikan semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si
Gading, Diah tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di
laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke
lemari besi. Setelah si Gading merampas uang itu, Diah langsung mundur
ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.
“Masa cuma segini?!” bentak si Gading.
“Buka lemari besinya! Sekarang!” Mereka
berdua menggiring Diah masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya
hingga jatuh berlutut di hadapan lemari besi. Diah mulai menangis, ia
tidak tahu nomor kombinasi lemari besi itu, ia hanya menyelipkan uang
masuk ke dalam lemari besi melalui celah pintunya.
“Cepat!!!” bentak si Karjo,
Diah merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Diah berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Diah yang ketakutan, mereka berdua percaya.
Diah merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Diah berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Diah yang ketakutan, mereka berdua percaya.
“Brengsek!!!! Nggak sebanding sama
resikonya! Ayo…Iket dia, biar dia nggak bisa panggil polisi!!!” Diah di
dudukkan di kursi manajernya dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian
kedua kaki Diah juga diikat ke kaki kursi yang ia duduki. si Karjo
kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Diah.
“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Aku pengen liat bentar aja!”.
“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Aku pengen liat bentar aja!”.
Mata Diah terbelalak ketika si Gading
mendekat dan menarik t-shirt merah muda yang ia kenakan. Dengan satu
tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Diah
yang berukuran sedang, bergoyang-goyang karena Diah meronta-ronta dalam
ikatannya.
“Wow, oke banget!” si Gading berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Karjo, tidak begitu tertarik pada Diah karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.
“Wow, oke banget!” si Gading berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Karjo, tidak begitu tertarik pada Diah karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.
Tapi si Gading tidak peduli, ia sekarang
meraba-raba puting susu Diah lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan
jarinya ke belahan payudara Diah. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH
Diah ditariknya, tubuh Diah ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali
BH Diah terputus dan sekarang payudara Diah bergoyang bebas tanpa
ditutupi selembar benangpun.
“Jangan!” teriak Diah. Tapi yang
tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Diah mulut si Gading menghisapi
puting susunya pertama yang kiri lalu sekarang pindah ke kanan.
Kemudian Diah menjerit ketika si Gading mengigit puting susunya.
“diam! Jangan berisik!” si Gading menampar Diah, hingga berkunang-kunang. Diah hanya bisa menangis.
“Aku bilang diam!”, Sambil berkata itu si Gading menampar buah dada Diah, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Diah. Kemudian si Gading bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Diah terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Gading terus memukuli buah dada Diah sampai akhirnya bulatan buah dada Diah berwarna merah.
“Aku bilang diam!”, Sambil berkata itu si Gading menampar buah dada Diah, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Diah. Kemudian si Gading bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Diah terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Gading terus memukuli buah dada Diah sampai akhirnya bulatan buah dada Diah berwarna merah.
“Ayo, cepetan !”, si Karjo menarik tangan si Gading.
“Kita musti cepet minggat dari sini!” Diah bersyukur ketika melihat si Gading diseret keluar ruangan oleh si Karjo. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Diah bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Diah berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali.
“Hey, Brooo! Tokonya kosong!”.
“Masa, cepetan ambil permen!”.
“Goblok Banget lo, cepetan ambil bir tolol!”.
“Masa, cepetan ambil permen!”.
“Goblok Banget lo, cepetan ambil bir tolol!”.
Tubuh Diah menegang, mendengar suara
beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui
bahwa itu adalah anak-anak berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka
baru berusia sekitar 12 sampai 15 tahun. Diah mengeluarkan suara minta
tolong.
“ssssstt! Lo denger nggak?!”.
“Cepetan kembaliin semua!”.
“Ayooo….lari, lari! Kita ketauan!”.
“Cepetan kembaliin semua!”.
“Ayooo….lari, lari! Kita ketauan!”.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Diah, terikat di kursi, dengan t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya.
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih! Ada kejutan!”
Diah berusaha menjelaskan pada mereka,
menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya
baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil
polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi
dadanya. Tapi yang keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih
tertutup plester.
Satu demi satu berandalan itu masuk ke
dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima
wajah-wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Diah,
yang terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan
mereka. Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum
dengan penemuan mereka.
“Gila! Cewek nih!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana Aku pengen liat!”.
“Aku pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa yaaa?!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana Aku pengen liat!”.
“Aku pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa yaaa?!”.
Mereka semua berkomentar
bersamaan, kegirangan menemukan Diah yang sudah terikat erat. Kelima
berandal itu maju dan merubung Diah, tangan-tangan meraih tubuh Diah.
Diah tidak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya
berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak
rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya.
Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung
lidahnya ke lubang telinga Diah.
“Ayooo, kita lepasin dia dari kursi!”
Mereka k emudianmelepaskan ikatan pada kaki Diah, tapi dengan tangan
masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Diah.
Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Diah keluar
menuju bagian depan toko. Diah meronta-ronta ketika merasa ada yang
berusaha melepaskan kancing jeansnya.
Mereka menarik-narik jeans Diah sampai
akhirnya turun sampai ke lutut. Diah terus meronta-ronta, dan akhirnya
mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Diah sempat
membalikkan badannya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat
kemudian Diah merasakan sakit yang amat sangat di pantatnya. Diah
melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit
dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke pantatnya!
“Hei….Bangun! Bangun!” ia berteriak,
kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di
pantat Diah. Diah berusaha berguling melindungi pantatnya yang terasa
sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan
ikat pinggang tadi yang sekarang menghajar perut Diah.
“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi
menyapu barang-barang yang ada di atas meja layan hingga berjatuhan ke
lantai. Diah berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan
menghajar buah dadanya. Diah berguling dan berusaha berdiri dan berhasil
berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi
kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”
Langsung saja Diah mendapat pukulan di
pantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu
mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga
mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi
kembali dengan membawa segulung plester besar. Ia mendorong Diah hingga
berbaring telentang di atas meja.
Pertama ia melepaskan tangan Diah
kemudian langsung mengikatnya dengan plester di sudut-sudut meja, tangan
Diah sekarang terikat erat dengan plester sampai ke kaki meja.
Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Diah dan
mengikatkan kaki-kaki Diah ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Diah
berbaring telentang, telanjang bulat dengan tangan dan kaki terbuka
lebar menyerupai huruf X.
“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu
menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Diah terbelalak melihat
penisnya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi
memegang pinggul Diah dan menariknya hingga mendekati pinggir meja.
Kemudian ia menggosok-gosok penisnya hingga berdiri mengacung tegang.
“Waktunya masuk!” ia bersorak sementara
teman-teman lainnya bersorak dan tertawa. Dengan satu dorongan keras,
penisnya masuk ke vagina Diah. Diah melolong kesakitan. Air mata meleleh
turun, sementara berandal tadi mulai bergerak keluar masuk.
Temannya naik ke atas meja, menduduki
dada Diah, membuat Diah sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan
celananya, mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya. Plester di mulut
Diah ditariknya hingga lepas. Diah berusaha berteriak, tapi mulutnya
langsung dimasuki oleh penis berandal yang ada di atasnya.
Langsung saja, penis tadi mengeras dan
membesar bersamaan dengan keluar masuknya penis tadi di mulut Diah.
Pandangan Diah langsung berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika
tiba-tiba saja mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan
pahit sekali . Semprotan demi semprotan masuk ke mulut Diah, tanpa bisa
dimuntahkan lagi oleh Diah. Ia terus menelan cairan tadi agar bisa terus
bernafas.
Tiba-tiba saja Berandal yang duduk di
atas dada Diah turun, lalu berandal memasukkan penisnya ke vagina diah
dan mendorong diah di pinggir meja lalu menggenjot memek Diah Dengan
tempo makin cepat. Ia juga memukuli perut Diah, membuat Diah mengejang
dan vaginanya berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah
dada Diah sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang
mendekati klimaks.
Tangannya langsung meremas dan menarik
buah dada Diah ketika tubuhnya bergetar dan sperma tiba-tiba menyemprot
keluar, terus-menerus mengalir masuk di vagina Diah. Sedangkan berandal
yang lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, Dan
ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami
ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka,
rambut dan dada Diah.
Beberapa saat berlalu dan Diah tidak
tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian
di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika
menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya.
Diah meronta-ronta membuat buah dadanya
bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari
plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Diah berhasil
melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki
kanannya. Tinggal satu lagi nih.
“Wah, wah, waaaaah!!!” terdengar suara
laki-laki yang berdiri di pintu depan. Diah sangat terkejut dan berusaha
menutupi buah dada dan vaginanya dengan kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Diah.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa Pak! Tolong saya Pak, cepat panggilkan polisi!”
“Nama lu Diah kan?” tanya laki-laki tadi.
“Tolong saya!” ratap Diah.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa Pak! Tolong saya Pak, cepat panggilkan polisi!”
“Nama lu Diah kan?” tanya laki-laki tadi.
“Ba…bagaimana bapak tahu nama saya?” Diah bingung dan takut.
“Aku Adit. Orang yang dulunya kerja di toko ini sebelum kau rebut!”.
“Tapi saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahunya dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolonglah saya pak!”.
“Gara-gara kamu ngelamar ke sini Aku jadi dipecat! Aku nggak heran kamu diterima kalo liat bodi mu”.
“Aku Adit. Orang yang dulunya kerja di toko ini sebelum kau rebut!”.
“Tapi saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahunya dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolonglah saya pak!”.
“Gara-gara kamu ngelamar ke sini Aku jadi dipecat! Aku nggak heran kamu diterima kalo liat bodi mu”.
Diah kembali merasa ketakutan saat
melihat Adit, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi
sudah membencinya. Diah kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki
kirinya, membuat Raoy naik pitam. Ia menyambar tangan Diah dan
menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester
itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Diah betul-betul
terikat erat. Ikatan itu membuat Diah kesakitan, ia menggeliat dan buah
dadanya semakin membusung keluar.
“Lepaskan!!!! Sakit!!!! aduuhh!!!! Saya tidak memecat bapak!!!! Kenapa saya diikat Pak?!!”
“Sebenarnya Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya Aku udah keduluan. Jadi baiknya Aku rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Diah sehingga sekarang Diah duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Dan diikatnya lagi dengan plester.
“Sebenarnya Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya Aku udah keduluan. Jadi baiknya Aku rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Diah sehingga sekarang Diah duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Dan diikatnya lagi dengan plester.
Dan Adit mulai menghancurkan isi toko
itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Lalu Adit juga
menghancurkan kotak pendingin es krim yang ada di kanan Diah. Es krim
beterbangan dilempar oleh Adit. Beberapa di antaranya mengenai tubuh
Diah, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke
belahan pantatnya.
Di depan, Es tadi mengalir
melalui belahan buah dadanya, turun ke perut dan mengalir ke vagina
Diah. Rasa dingin langsung menempel di buah dada Diah, membuat putingnya
mengeras san mengacung. Ketika Adit selesai, tubuh Diah bergetar
kedinginan dan lengket karena es krim yang meleleh.
“Kamu keliatannya kedinginan!” ejek si Adit sambil menyentil puting susu Diah yang mengeras kaku.
“Aku harus ngasihh kamu sesuatu yang anget.”
“Aku harus ngasihh kamu sesuatu yang anget.”
Adit kemudian mendekati wajan untuk
mengoreng hot dog yang ada di tengah ruangan. Diah melihat Adit mendekat
membawa beberapa buah sosis yang berasap.
“Jaaaangaann!” Diah berteriak ketika
Adit membuka bibir vaginanya dan memasukan satu sosis ke dalam vaginanya
yang terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang
kedua, dan ketiga. Sosis yang keempat putus ketika akan dimasukan.
Vagina Diah sekarang diisi oleh tiga buah sosis yang masih berasap. Diah
menangis karena kesakitan akibat uap panas dari sosis tersebut.
“Keliatannya nikmat Nih….Ha..Ha…!” Adit tertawa.
“Tapi Aku lebih suka bermain dengan mustard!” Kemudian Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu.
“Tapi Aku lebih suka bermain dengan mustard!” Kemudian Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu.
Cairan mustard langsung keluar
menyemprot ke vagina Diah. Diah menangis terus, melihat dirinya disiksa
dengan cara yang tak terbayangkan olehnya.
Sambil tertawa Adit melanjutkan usahanya dengan menghancurkan isi toko itu. Diah berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya sangat tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Diah bergerak lunglai jatuh.
Sambil tertawa Adit melanjutkan usahanya dengan menghancurkan isi toko itu. Diah berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya sangat tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Diah bergerak lunglai jatuh.
“Hei!! Kamu kalo kerja jangan tidur!” bentak Adit sambil menampar pipi Diah.
Kamu tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”
Kamu tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”
Diahpun meronta ketakutan melihat Adit
yang memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan
jepitannya sangat keras sekali. Adit segera mendekatkan satu jepitan ke
puting susu kanan Diah, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya
hingga menutup kembali menjepit puting susu Diah.
Diah menjerit dan melolong kesakitan,
gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Adit juga
menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Diah bercucuran
di pipi.
Kemudian Adit mengikatkan kawat halus di
kedua jepitan tadi, lalu mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke
pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Adit hingga membuka
keluar, Diah merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah
dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.
“Nah…..,Hmmm… udah jadi. sekarang pintu
depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma
bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi Aku sekarang pergi
dulu, terus nanti Aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo
ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak
bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya
akan bunyi!”
“Jaaaaaangan! saya mohoon! Jangan! jangan! jangan! ampun!”
Aditpun tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Diahpun menangis ketakutan, Dan puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia terlihat meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Diah berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil.
Aditpun tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Diahpun menangis ketakutan, Dan puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia terlihat meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Diah berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil.
Beberapa saat kemudian terlihat sebuah
bayangan di depan pintu, Diah melihat ternyata bayangan itu milik
gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat
tubuh Diah, telanjang dengan buah dada mengacung. Segera saja Gelandang
itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Si Gelandangan
langsung meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.
Diah langsung menjerit “Jangan! jangan!
jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang
kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya.
Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek
puting susunya. Diah menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja.
Pingsan.
Tapi Diah tersadar dan menjerit.
Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di
rangka besi meja kasir. Dan kakinya juga terikat terbuka lebar pada
kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang
berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat
puting susunya mengacung tegang.
Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya,
mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Diah merasakan sepasang tangan
berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang.
Sesuatu yang dingin dan keras berusaha
masuk ke liang anusnya. Diah menoleh ke belakang, dan ia melihat
gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol
bir.
“Ja…Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Habisnya pantat Mbak kan belom diituin.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangaaaaan!” Diah meronta, ketika penis si gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anusnya Diah. Lalu ia langsung berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Diah.
“Habisnya pantat Mbak kan belom diituin.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangaaaaan!” Diah meronta, ketika penis si gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anusnya Diah. Lalu ia langsung berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Diah.
Diah menjerit-jerit dan meronta-ronta
ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai
tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Diah tersayat-sayat
ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus
Diah bisa membesar. Setelah beberapa Lama tiba-tiba gelandangan tadi
mencabut botol tersebut. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari
dalam anus Diah, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha
memasukan penisnya ke dalam anus
Diah yang sekarang sudah membesar karena
dimasuki botol bir. Gelandangan tadi mulai bergerak kesenangan, rasanya
sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan
keras sehingga Diah merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap
gelandangan tadi bergerak maju. Diah terus menangis melihat dirinya
disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin,
tapi gelandangan tadi terus bergerak
makin makin cepat, tangannya meremas buah dada Diah, membuat Diah
menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan
dipilih-pilin.
Akhirnya dengan satu erangan, gelandang
tadi orgasme, dan Diah merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya,
sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Diah.
“Makasih yaaa Mbak! Saya puas
sekaliiiii! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Diah. Kemudian
ia mendorong Diah duduk dan kembali mengikat tangan Diah ke belakang,
kemudian mengikat kaki Diah erat-erat. Kemudian tubuh Diah didorongnya
ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar.
Sambi terus mengumam terima kasih Dan
sigelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol
bir keluar dari toko. Diah terus saja menangis, merintih merasakan
sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Diah
jatuh pingsan karena kelelahan dan shock Berat. Dan tersadar ketika Ia
ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 7 pagi.
Terima kasih telah membaca cerita sex di situs Cerita Seks Dewasa 365 yang berjudul Cerita Dewasa Perkosa Gadis Cantik Penjaga Toko Swalayan . Nantikan kisah hot lainnya yang setiap hari kami update untuk menambah birahi seksual anda, pastikan bookmark situs Cerita Seks Dewasa 365 agar tidak lupa
0 komentar:
Posting Komentar