Cerita Sex Dewasa Hot merupakan situs kumpulan berbagai cerita dewasa dan foto bugil terlengkap

RatuQQ

Rabu, 04 April 2018

Dokter Yang Suka Cabulin Pasien


Ini kisah yang terjadi di desa Mariobono, sebuah desa kecil yang agak terpencil. Akses jalanannya tidak seperti di Jakarta sudah aspal semuanya, di sana masih tanah liat dan batu-batuan.

Orang-orangnya sederhana dan lugu. Kalau pagi mereka selalu saling menyapa dan murah senyum. Rasa gotong royong pun masih kental disini.
Mereka bermata pencaharian sebagai petani. Disana ada sawah dan ladang. Kebun buah-buahan pun ada banyak disini. Kalau mau makan tinggal petik.

Disana tidak ada sekolah, orang tidak bisa mengenyam pendidikan. Jadi kalau ada orang pintar disini, mereka puja seperti dewa. Dr. Boni adalah seorang dokter umum yang dikirim kesana untuk melayani masyarakat disana. Apa yang dikatakan olehnya pasti didengarkan dan dituruti, misalnya saja seorang dokter. Jangan dokter, lulusan SD saja mereka posisikan di atas mereka.

Suatu hari di ruang praktek Dr. Boni yang sederhana, seorang ibu paruh baya sedang berkonsultasi dengannya mengenai kondisi buah hatinya, seorang anak gadis yang berumur kira-kira 16 tahun.

Cahaya pagi yang menembus jendela kayu menunjukkan kekhawatiran di raut wajahnya. Alisnya tak henti-hentinya mengernyit setiap kali ia menceritakan keadaan anak perempuannya yang memakai jilbab warna pink sama seperti yang sedang dikenakannya. Pundak anaknya dipegangi seperti seorang ibu yang takut anaknya akan lenyap kalau dilepas.

“Dok, anak saya kayaknya kurang sehat beberapa hari ini”
“Oh.. Gimana kondisinya apakah batuk-batuk?”
“Ya sedikit, nafsu makannya berkurang dok” Dr. Bon mengangguk-angguk.
“Nama kamu siapa, dik?”
“Sinta, dok”
“Sudah berapa lamu kamu sakit?”
“Tiga hari dok… Gak sembuh-sembuh… Dah minum teh manis”
“Pusing-pusing gak?”
“Gak, dok”
“Sebelumnya ada makan apa, gak?”
“Makan biasa aja dok..”
“Ada jajan?”
“Paling gulali”
“Hmm….” Dr. Bon tampak sedang berfikir untuk menganalisa kondisi Sinta.
“Ya udah kamu naik ke ranjang untuk dokter diperiksa ya”
“Iya dok…”

Sinta berjalan ke ranjang periksa yang tak jauh dari situ, ia menaiki tangga kecil hingga ia bisa sampai ke atas ranjang dan tiduran.

“Di angkat ya bajunya, biar dokter bisa periksa pakai stetoskop”

Sinta mengangguk dan menarik ke atas bajunya sehingga payudaranya yang masih mengkal kelihatan.

Dr. Bon mulai menggunakan stetoskopnya dan mencoba mendegar detak jantungnya. Stetoskop itu di letakkan di dada dan dipindah-pindahkan di sekitar situ. Kadang ditaruh di atas putingnya Sinta.

“Dingin dok…” Komentar Sinta.
“Tahan dikit ya…”

Saat Dr. Boni memindahkan stetoskopnya, saat diangkat kadang pinggirannya menyenggol ujung puting Sinta. Entah sengaja atau tidak, jari kelingkingnya kadang juga menoel putingnya. Si ibu tidak bisa melihat yang dilakukan Dr. Boni sebab ia berada di belakangnya.

Sinta merasakan sesuatu yang aneh, dan pipinya berubah memerah. Tanpa disadari puting coklatnya menjadi mengeras mencuat. Kalau tertoel lagi, kakinya langsung mengapit seperti menahan sesuatu di bagian bawah situ.

“Mmm… Untuk pemeriksaan selanjutnya ibu tunggu di bangku yah, saya harus melakukan tes”
“Iya dok” Ucap ibunya.

Dr. Boni menarik gorden yang mengelilingi ranjang periksa. Ibu Sinta tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam.

Dua menit tidak ada apa-apa. Namun setelah agak lama si ibu mulai mendengar suara-suara aneh dari dalam. Seperti anaknya sedang melenguh-lenguh…”Ah.. Ahh… Ahhhh…”

Merasakan firasat buruk ia bangkit menyibak gordennya. Betapa terkejutnya saat ia melihat CD putrinya sudah turun setengah paha dan tangan Dr. Bon sudah berada di kemaluan putrinya. Sangking kagetnya si ibu sampai tidak bisa bicara apa-apa.

“A aaa aa”
“Ibu! Apa yang sedang ibu lakukan, saya sedang di tengah pemeriksaan”

Si ibu tiba-tiba merasa bersalah, apakah benar ia sedang mengganggu jalannya pemeriksaan anaknya? Pikiran akal sehatnya seperti sedang terpecah saking syoknya.

“Tunggu disitu yah”

Lalu si dokter menutup lagi gordennya.
Tak lama suara lenguhan terdengar lag, “Mmmhh ahh ah ah…”.

Si ibu menjadi ragu-ragu apakah sebaiknya ia membuka gorden itu atau dibiarkan saja. Tapi Lama-kelamaan bukan cuma suara putrinya, kini ia mendengar suara si dokter,

“Mmhh… Shh… Ahh.. Yah.. Dihisap… Biar lekas sembuh”

Si ibu semakin khawatir. Akhirnya dia sibak lagi gordennya.
Kagetnya pun menjadi-jadi, sebab burungnya si dokter sudah keluar dari celananya dan ada di dalam mulut anaknya.

“Dokter! Dokter… Lagi apa…?” Dengan nada agak histeris.

Si ibu tidak mempercayai penglihatannya.

“Aduh ibu ini lagi-lagi mengganggu” Tukas Dr. Bon kesal, “Saya sudah analisa, anak ibu terkena penyakit Vibilio Facumacis, obatnya adalah ia harus dibikin orgasme dan menelan sperma. Kalau ibu ganggu terus, gak selesai loh ini. Saya gak tanggung kalau penyakitnya bertambah parah”
“Ii.. Iya.. Tapi dok….”
“Hhhhhh…” Si dokter menghela nafas panjang sambil geleng-geleng.
“Ya sudah ibu bantu deh, ibu colok-colok kemaluan anak ibu untuk membangun kekebalan tubuhnya”

Si ibu terdiam dan ragu-ragu.

“Ayo sini… Bantu saja… Gak apa-apa… Daripada ganggu terus.. Gak selesai-selesai”
“Ii.. Iya…”

Si ibu berjalan mendekati tempat tidur periksa. Dr. Boni membelakangi si ibu itu lalu ia meraih tangannya dan meletakkan di kemaluan putrinya.

“Nah… Sekarang keluar masukin jarinya di lubangya yah…”
“Iii… Iya dok…”

Si ibu pun mulai memasturbasi anaknya. Sinta langsung memejamkan mata dan melenguh-lenguh kecil “Aah.. Ah… Ah…”

Dr. Boni tiba-tiba menarik ke atas gamis si ibu. Tentu saja perbuatannya membuat si ibu kaget.

“Dokter ngapain lagi?!”
“Ibu juga perlu dibangun kekebalannya, kalau gak penyakit ini akan menular. Jadi kemaluan ibu juga harus dimainin”
“Yang bener dok…”
“Ya bener, siapa disini dokternya?”

Si ibu kebingungan.

“Ii.. Iya…”
“Jangan khawatir saya tidak akan sentuh ibu, kalau itu yang ibu khawatirkan, Sinta yang akan bantu prosesnya”
“Maksudnya…?”
“Sinta yang akan gituin ibu.. Ngerti kan…”
“Hah?”
“Sudah ibu tenang aja, nurut aja kalau mau sembuh yaa”

Dr. Boni lalu membungkuk dan memberikan penjelasan kepada Sinta.

“Sinta supaya ibumu gak ketularan kamu keluar masukin jari kamu di lubangnya ibu yaa… Kayak yang diakukan ibu ke kamu.. Ok?”
“Iya dok…”
“Pinter” Ujar Dr. Bon menepuk-nepuk kepala Sinta.

Dr. Bon bangkit lagi,

“Nah ibu.. Siap ya… Saya angkat gamisnya yah… Biar Sinta bisa masturbasiin ibu untuk cegah penyakit”
“Ii.. Iya dok…”

Dr. Bon pun mengangkat gamis si ibu hingga seperut dan menarik turun CD putihnya. Si ibu membantu memegangi kain gamisnya agar jangan jatuh. Dr. Bon sempat menelan ludah saat ia melihat paha si ibu yang semok. Gak kurus, tapi berisi.

“Nah Sinta, sekarang tangannya yuk…”

Sinta mengulurkan tangannya dan menjamah kemaluan ibunya. Jari tengahnya dimasukkan ke dalam lubang ibunya perlahan, lalu ditarik lagi.

“Uuhh…”

Si ibu langsung memejamkan matanya dan melenguh keenakan.

“Bu maafin Sinta ya, gara-gara Sinta sakit, ibu bisa ketularan juga”

Si ibu buru-buru membungkukkan badannya dan mengelus kepala putrinya


“Sudah kamu gak perlu pikirkan itu, yang penting sekarang Sinta keluar masukin jari lubang di lubang ibu, dan ibu colok-colok lubang Sinta yah.. Biar kita sama-sama sehat” Ujar si ibu menenangkan anaknya.

Sinta mengangguk tersenyum.

“Nah sekarang Sinta buka mulutnya Aaaaa” perintah Dr. Boni dan Sinta menurut.

Dr. Boni kembali mengarahkan penisnya ke mulut Sinta dan memasukkannya ke dalam.

“Nah, sekarang kulum batang Dokter ya… Obatnya ada di dalamnya mesti dikeluarin, Ok”
“Ngg..” Sinta mengiyakan dengan mulut yang tersumpal batang Dr. Bon.

Dr. Bon lalu memaju mundurkan pinggulnya, menikmati batangnya disepong Sinta. Ia tarik lagi ke atas bajunya Sinta, agar ia bisa melihat jelas kedua putingnya. Tangan kanannya bergerak, menjamah dan remas-remas lembut dada Sinta. Sesekali ia pelintir-pelintir putingnya.

“Ngghh… Nghh..” Responnya.

Sementara itu tangan kirinya digunakan untuk menahan kepala Sinta yang berjilbab agar ia bisa bersenggama di mulutnya.

Nafas si ibu lama kelamaan berubah menjadi tak beraturan. Gerakan jarinya di lubang putrinya pun berubah menjadi semakin cepat.

“Mmhmhh.. Nghhh.. Nghh…” Lenguh Sinta

Jari Sinta pun juga ikut-ikutan menusuk-nusuk vagina ibunya dengan cepat. Jari mungi itu kelihatan sudah menjadi basah. Cairan bening ada yang mulai turun mengalir dari lubang vagina si ibu ke pahanya.

“Dok… Remas dada saya juga dok… Plis…” Pinta si ibu

Dr. Bon senang mendengar permintaan si ibu.

“Di buka dong bajunya”

Si ibu menurut dan melepaskan bajunya dan dijatuhkan ke tanah. Kini ia bertelanjang dada dan hanya mengenakan BH saja. Dr. Bon berdecak kagum melihat payudara si ibu yang besar.

“BH-nya… Di lepas juga…” Pinta Dr. Bon dengan suara bergetar.

Tanpa berpikir panjang si ibu melepaskan pengait depan BHnya dan meloloskan talinya dari pundaknya. Lalu ia jatuhkan ke lantai.

Dr. Bon jadi bernafsu banget ngeliat payudara si ibu yang mantap. Ia pun menangkupnya dari belakang punggung, melewati bawah tangannya, serta memainkan buah dada yang kenyal itu.

Sinta baru kali ini ngeliat ibunya buka-bukaan seperti itu, dan baru pertama ngeliat seorang pria cemek-cemek dada ibunya. Darahnya berdesir. Jantungnya berdegup keras. Semuanya serba baru baginya.

Si Ibu pun mulai menggapai buah zakar Dr. Bon dan mengelus-elusnya.

“Aahh…” Dr. Bon merasakan kehangatan di pelernya..
“Ahh…. Gak kuat…. Ahh… Keluar… Keluar…”

Dr. Bon memegang kepala Sinta dengan kedua tangannya dan memaju mundurkan batangnya di mulut Sinta. dengan cepat. Kumpulan sperma itu tak lama lagi akan meledak di rongga mulut gadis mungil ini.

“Ke.. Luaaar…. Aaahhh ahh….”

CROT CROOT CROTT CROT CRET CRET!

“Ahhh….”

Dr. Bon merasakan kelegaan luar biasa. Lalu ia mencabutnya dari mulut Sinta.

“Ditelan ya Sinta… Itu obatnya…”

Sinta mengangguk. Ia teguk cairan Dr. Bon. Otot lehernya tampak berkontraksi.

“Pinter…”
“Dokter kasih sesuatu buat kamu ya…”
“Apa tuh?”

Dr. Bon mendekatkan wajahnya ke wajah Sinta. Keduanya saling memandang. Lalu Dr. Bon mencium Sinta dan menghisap-hisap bibir atas dan bawahnya.

Si ibu membelalak… Melihat Dr. Bon mencumbu putrinya dan Sinta tampak menyukai setiap detiknya.

“Dokter apakah itu juga termasuk pengobatannya?”. Dr. Bon menegakkan tubuhnya.
“Iyah… Sudah pasti dan… Sekarang ibu jilat vaginanya Sinta, ya”
“Loh kenapa?”
“Iya… Karena itu bisa menjadi bahan tambahan yang menguatkan kekebalan Sinta, seperti vitamin. Jadi jangan lupa, nanti sambil dijilat, juga diludahin sedikit yah”
“Gitu ya dok..?”
“Iyah…”

Si ibu memandang anaknya dengan penuh kasih sayang.

“Ibu jilat ya, nak..”
Sinta mengangguk, “Iya, bu terima kasih ya”

Si ibu tersenyum dan mengelus kepala anaknya. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke alat kelamin putrinya. Di buka sedikit bibir vaginanya, diludahi lalu ia mulai menjilat-jilat belahan vaginanya.

“Aahh… Ahhh… Ahh…. Enak bu…”

Sinta yang sedang keenakan sudah lupa untuk memasturbasi ibunya. Dr. Bon tidak ingin membiarkan lubang vagina si ibu mubazir.

Dr. Bon pun menarik turun gamis roknya, dan ia bisa melihat gundukan yang terbelah dari arah belakang. Ia lalu mengarahkan batangnya ke lubang si ibu. kebetulan posisinya sudah siap untuk di doggy. Tanpa meminta izin lagi, Ia langsung mendorong masuk batangnya ke dalam lubang si ibu yang sudah basah.

“Oohhh… Dr. Bon…” Sebentar ia melihat ke belakang, kemudian ia mulai merasakan kenikmtan hujaman-hujaman tusukan batang si dokter.

“Astaga enaknya….” Lalu ia lanjut lagi mengoral anaknya di atas ranjang periksa.

Sinta yang baru kali ini mengalami rasanya di oral, tidak dapat membendung cairannya untuk keluar.

“Bu… Mau pipis…”
“Pipis aja Sinta biar kamu sehat…”
“Ahh.. Ahh.. Ahh… Ibu… Duh.. Gak tahan lagi!” Sinta menjerit histeris, saat ia mencapai orgasme.

Kakinya mendorong pantatnya sampai ke udara, dan vaginanya menyemprotan cairan hingga keluar.

Si ibu buru-buru berpindah untuk melihat wajah putrinya.

“Ahh.. Ahh.. Dah keluar nak?”

Dia menanyakan keadaan Sinta selagi sedang disodok sama Dr. Boni dari belakang.
Sinta bisa melihat dari dekat, wajah ibunya yang sedang sangat keenakan. Tubuhnya bergerak-gerak maju mundur, demikian juga buah dadanya.

“Ibu lagi diapain? Lagi diobati juga yah?”
“Mmhh ahh ahh.. Iya nak..”
“Sinta juga mau… Diobati yang seperti ibu…”

Si ibu terkejut mendengar permintaan Sinta…

“Sinta…. Sinta masih kecil.. Ahh ahh.. Ahh. Belum boleh diobati seperti ini”

Sementara itu dari belakang mempercepat memompa tubuh si ibu.

“Ahh… Ahh.. Ahh.. Ahhh…”

Alis si ibu mengernyit menahan kenikmatan yang semakin memuncak.

“Tapi Sinta mau….” Ucapnya menelan ludah melihat Dr. Bon menyetubuhi ibunya. Walaupun ia belum tahu itu namanya.

Di dalam keadaan birahi yang sangat naik, pikiran si ibu tampaknya semakin tertutup. Bahkan ia mulai merasa birahi terhadap putrinya. Ia menggapai lagi kemaluan Sinta. Ia colok-colok lagi dengan satu jari.

Sinta agak mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang ibunya lakukan di bawah situ. Ia diam saja membiarkan perbuatan ibunya. Sensasi nikmat mulai menjalar dari alat kelaminnya. Kemudian dari satu jari berubah jadi dua jari.


“Ohh… Oh… Yeaaahhh…”

Tapi saat jari ketiga masuk… Raut wajah Sinta berubah kesakitan.

“Aw sakit bu.. Udah.. Buat keluarin jarinya… Sakit…”
“Tahan nak… Tahan… Biar ibu yang ambil keperawanan kamu yah…”

Sinta bangkit dari tidurnya dan mencoba mencabut jari ibunya dari guanya.

“Sakit bu…”
“Tahan nakk.. Entar jadi enak lagi..”

Si ibu menidurkan lagi putrinya, kemudian ia jilat-jilat putingnya agar ia merasa lebih nyaman.

“Owwh… Shh… Kit…”

Sedikit demi sedikit membran keperawanan putrinya pun robek oleh jemari ibunya.

“AAaahh sakit….”

Perlahan rasa sakit itu berubah menjadi enak.

“Mmhhh ahh… Ahh… Shh….”

Ketiga jari si ibu pun berbalur darah keperawan Sinta dan cairan kewanitaannya.
Tiba-tiba hentakan keras penis Dr. Bon menyentuh batas klimaksnya, sehingga si ibu kelojotoan mencapai orgasme.

“Aahhhh… Sampai….”

Ia mendorong Dr. Bon agar mencabut penisnya dari lubangnya.

“Saya nanggung bu” Keluh Dr. Bon.

Tanpa menanggapinya, si ibu menyuruh Sinta bangun. Sinta menuruti perintah ibunya dan ia duduk di pinggir ranjang periksa.

Si ibu berbalik badan dan naik duduk di sebelahnya.

“Sinta duduk di pangkuan ibu yuk”
“Iyah”
“Lepas tuh CDnya”
“Iya bu”

Setelah itu Sinta berpindah posisi duduk di atas paha ibunya. Kedua kakinya berada disisi luar kaki ibunya. Vaginanya jadi agak terbuka. Setelah itu ibunya membuka lebar kedua pahanya, sehingga kedua paha Sinta juga turut terbuka lebar, mempertontonkan lubang senggamanya.

“Kamu mau diobati Dr. Bon seperti tadi kan?”

Sinta memandang batang Dr. Bon yang mengacung dan gak bergerak-gerak dikit. Ia menunduk, lalu mengangguk.

Si ibu memandang ke Dr. Bon, “Tolong obati anak saya juga, dok. Pakai cara yang tadi”
Dada Dr. Bon bergemuruh melihat posisi ibu dan anak itu. Mereka berdua masih memakai jilbab. Si ibu sudah tidak berpakaian, Sinta masih lengkap berpakaian, tetapi semuanya sudah disibak.

“Eh.. Iyah… Sebelumnya kalan berdua ciuman dulu biar saliva kalian bercampur di mulut agar bakteri kumannya mati. Si ibu merendahkan kepalanya dan Sinta mengadahkan kepalanya ke atas menyamping. Bibir mereka bersentuhan, lalu si ibu melumat bibir putrinya. Ludahnya dipindahkan ke mulut Sinta, kemudia dengan lidahnya ia mengaduk-ngaduknya di dalam.

Dr. Boni benar-benar terangsang oleh keduanya, ia pun mendekat sambil mengocok tititnya. Ia naik ke anak tangga agar batangnya bisa sejajar dengan lubang Sinta. Lalu Blezzzz!
Sinta membelalak saat merasakan sebuah benda besar yang panjang menerobos masuk lubang senggamanya.

Ibunya saja merasa Dr. Boni gede banget, apalagi anaknya.

Dr. Bon tidak bisa leluasa mengeluar masukkan batangnya, sebab seret banget, meskipun lubang Sinta sudah distimulasi sejak tadi dan basah licin.

Batang Dr. Boni benar-benar tidak bisa masuk penuh, meskipun sudah berusaha didorong. Dr. Boni sampai menganga mulutnya, karena jepitannya luar biasa banget. ia yakin pertahanannya tidak akan bisa lama dengan keadaan seperti ini. Ia pun mulai memajumundurkan pantatnya dan bersetubuh dengan Sinta.

“Ahh… Aahh…. Shhh… Ahhh…”

Kenikmatan yang sama pun juga dirasakan Sinta. Lubangnya terasa penuh. Setiap sensor di kemaluannya mendapatkan gesekan penuh dari bendanya Dr. Bon. Apalagi ini pengalaman pertamanya.

“Dr… Dr…. Shhh… Ahh..”

Si ibu pun membuat anaknya makin gak kuasa menahan nikmatnya seks. Tangannya meraba-raba dan memainkan buah dadanya. Sinta sudah benar-benar pasrah ia bisa meraskan gelombang klimaks bentar lagi datang. Sesaat ia hendak mencapai orgasme, tiba-tiba…

“Akh… Keluar..! Dr. keluar!”

Sinta bisa merasakan cairan panas menyembur di lubangnya. Di saat itu juga ia mencapai orgasme. Srrr… Sr… Srrr…. Srr..

“Dr. Aku pipis lagi….”
“Ya bagus itu…”

Keduanya mencapai klimaks bersamaan.

Tak berapa lama setelah itu, kedua nya berpakaian lagi yang lengkap. Mereka kembali ke meja.

“Ok… Kalian berdua sudah diberi obat dan disuntik kekebalan, kalau masih belum sembuh datang lagi untuk diadakan pemeriksaan”
“Baik, dok, terima kasih ya. Ayo Sinta bilang apa ke Dr”
“Terima kasih dok”
“Iya… Lekas sembuh ya…”
“Ngg!.. Iya”

Ternyata beberapa hari kemudian Sinta telah kembali menjadi sehat. Kehebatan pengobatan Dr. Boni pun semakin terkenal di antara para wanita.

Sementara untuk si ibu itu dan anaknya, mereka berdua pun jadi sering mencolok-colok vagina mereka satu sama lain, untuk meningkatkan kekebalan tubuh mereka dan tetap sehat.

Terima kasih telah membaca cerita sex di situs Cerita Seks Dewasa 365 yang berjudul Dokter Yang Suka Cabulin Pasien. Nantikan kisah hot lainnya yang setiap hari kami update untuk menambah birahi seksual anda, pastikan bookmark situs Cerita Seks Dewasa 365 agar tidak lupa.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Popular Posts

Recent Posts